Kilang LNG Badak menyimpan berbagai pengalaman berharga bagi dunia industri utamanya di dunia LNG. Sejak 1977 Kilang LNG Badak masih tetap beroperasi sampai saat saya menulis postingan ini 2019.
Kali ini saya ingin berbagi salah satu pengalaman yang mungkin tidak pernah akan terlupakan dalam hidup saya. Ketika itu saya beru ditugaskan di bagian Operasi setelah sebelumnya bertugas sebagai Process Engineer. Sebagai bagian dari team Operasi saya bertanggungjawab dalam operasi Kilang Train-E.
Kejadiannya dimulai pada pagi hari ketika Train-E baru beberapa hari shutdown. Saat itu pihak maintenance sudah mulai mengendorkan baut flange dari valve tie-in Train-F. Valve ini memang dipasang untuk menyambung pipa rundown LNG dari Train-F yang sedang dalam konstruksi. Dengan demikian produksi LNG dari Train-F kelak bisa langsung dihubungkan dengan pipa rundown LNG dari Train-E ke Tangki Penyimpan LNG. Sehari sebelumnya kami dari pihak Operasi sudah mengosongkan pipa rundown Train-E dari produk LNG dengan cara mendorongnya menggunakan gas derime dari Train-E. Gas derime adalah gas yang sudah diolah untuk menghilangkan CO2, air dan Mercury di dalamnya dan dipanaskan sampai temperatur ambien (25 - 30 deg C).
Beberapa saat kemudian orang-orang berteriak di radio bahwa ada bocoran LNG dari valve tie-in Train-F tersebut. Saya segera memeriksa keadaan dan menyaksikan uap dingin LNG menyebar di sekitar valve itu. Semula kami menduga ini hanya sisa-sia LNG yang akan habis dengan sendirinya. Bocoranpun memang berhenti, tetapi beberapa waktu kemudian kembali keluar uap LNG dari tempat yang sama. Peristiwa ini terus berlangsung setiap empat jam sampai malam hari.
Untuk mencegah uap LNG terbakar, semua sumber api kami pastikan tidak ada di sekitarnya. Termasuk aliran listrik ke Train-D dan Train-E kami putus. Juga dipasang water spray untuk membatasi pergerakan uap LNG. Ketika hari sudah malam tentu saja daerah di ujung Train-E ini gelap gulita karena semua aliran listrik sudah dipadamkan. Sekitar tengah malam terjadi sebuah dentuman dahsyat di sana. Kami semua tidak bisa memastikan apa yang terjadi. Semua mengawasi dari kejauhan sambil saya berpikir dan bersiap-siap atas hal yang paling buruk yang mungkin terjadi selanjutnya.
Pagi hari barulah saya bisa melakukan inspeksi ke lokasi asal suara dentuman di tengah malam sebelumnya. Lantai beton setebal 50 cm terbelah dan piperack di daerah Fraksinasi rusak parah. Satu buah lori tersangkut di atas piperack. Sementara LNG masih bocor dengan frekwensi yang sama yaitu setiap empat jam. Berdasarkan fakta itu saya mengusulkan ke atasan untuk segera memasang valve baru menggantikan valve yang bocor itu. Akhirnya dua orang ditunjuk untuk melakukan penggantian valve dilengkapi dengan sarung tangan dan apron khusus yang tahan terhadap temperatur kriogenik. Alhamdulillah penggantian valve berhasil dan kebocoran LNG bisa di atasi.
Dari pengalaman ini maka kita bisa mengerti pentingnya latihan-latihan menghadapi situasi emergency. Dengan latihan yang cukup dan tepat sasaran, kita selalu tahu dan siap dengan hal-hal penting yang harus dilakukan segera dengan tetap tenang. Selalu ada hal-hal yang di luar dugaan dan pengetahuan kita. Tetapi jika kita terlatih menghadapi situasi emergency maka kita masih bisa berpikir jernih untuk mencari solusi dalam mengatasinya.
Pada tulisan selanjutnya saya akan menguraikan lebih lanjut apa penyebab terjadinya ledakan tersebut. Saya juga akan menyampaikan pelajaran-pelajaran apa saya yang bisa kita ambil dari insiden tersebut.
Comentários